Jumat, 18 September 2015

Desa Mertasari Jadi Pilot Projeck Budidaya Minapadi FAO




KBRN, Banjarnegara: Desa Mertasari Kecamatan Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara, akan dijadikan pilot Projeck Minapadi oleh FAO. Utusan FAO dari Jepang, Mr. Miao  dalam kunjungannya ke Desa Mertasari guna melihapotensi Minapadi yang dimiliki oleh Desa  Mertasari, mengatakan, Desa Mertasari sangat mumpuni untuk dijadikan Pilot Projeck Budidaya Minapadi.“Melihat potensi yang dimiliki, Desa ini patut untuk dijadikan pilot projeck Minapadi, lokasi ini mirip dengan di China yang sudah menerapkan pola Mina Padi sejak ribuan tahun lalu,” kata Miao melalui Juru bicaranya.

Desa Mertasari juga dinilai cukup sukses dalam pengembangan budidaya minapadi dan sudah berlangsung lama, bahkan sudah menjadi budaya masyarakat untuk mencari kehidupan. Selain itu faktor dukungan pemerintah yang cukup tinggi serta dukungan teknologi juga menjadi pertimbangan lain ditetapkannya Desa Mertasari sebagai pilot projeck Budidaya Minapadi oleh FAO.  Desa Mertasari mewakili Indonesia menjadi salah satu pilot projeck pengembangan Minapadi selain Thailand dan Vietnam.

Menurut Miao, keluhan petani tentang mahalnya harga pakan, sehingga mempengaruhi produksi perikanan bisa disikapi dengan pola budidaya minapadi seperti yang dilakukan para petani di China.“Memang benar kendala tingginya harga pakan akan sangat berpengaruh pada produksi, hanya saja jika budidaya ini bisa diperbaiki dengan model kolam, air tidak perlu selalu mengalir, dan volume air juga jangan terlalu tinggi cukup 40 persen saja, volume air yang terlalu banyak dan aliran air yang terlalu deras juga akan menyebabkan pakan terbawa arus,” lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan pada Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Banjarnegara, Totok Setya Winarna Rabu (11/2/2015) mengatakan, diliat dari kesiapan Desa Mertasari sangat siap, memang ada lokasi lain pengembangan minapadi yaitu di Desa Purwanegara, Rakit, Banjarnegara, Pagedongan dan Mandiraja, namun yang paling siap yang di Desa Mertasari.“Kita nanti akan menyiapkan sumberdaya alam dan sumber daya manusianya, jika melihat aspek itu maka sangatlah mendukung untuk dijadikan pilot projeck. Jika melihat hasil, Budidaya Minapadi di Desa Mertasari juga sangat tinggi juga luar biasa,”katanya.

Totok menambahkan, keuntungan dari budidaya minapadi antara lain biaya produksi lebih rendah karena tidak menggunakan pestisida dan jumlah pupuk yang digunakan lebih sedikit. Selain itu produksi padi juga tidak berkurang dan pertumbuhan padi lebih subur. “Keuntungan lain dari budidaya Minapadi adalah terhindar dari hama wereng serta pendapatan petani bertambah dari hasil ikan tentunya,” jelasnya.

Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo pada kesempatan tersebut berharap, dijadikannya Desa Mertasari sebagai Pilot Projeck budidaya Minapadi akan membawa manfaat bagi pengembangan prikanan melalui budidaya Minapadi.“Dari Sumberdaya alam kita siap begitupun dari sumber daya manusianya. Kita juga berharap ada tambahan inovasi teknologi budidaya minapadi dari FAO yang bisa meningkatkan produksi dan pendapatan petani dan masyarakat disekitarnya,”kata Sutedjo.

Bupati Sutedjo menambahkan, pengembangan teknologi budidaya Minapadi di Desa Mertasari juga diharapkan bisa ditularkan ke wilayah lain yang mengembangkan budidaya minapadi, sehingga akan berimbas kepada kesejehteraan petani nantinya.


Sumber :http://rri.co.id/purwokerto/post/berita/139418/banjarnegara/desa_mertasari_jadi_pilot_projeck_budidaya_minapadi_fao.html


Copied by : Yeshinta Sonya Taneke (13075)


Nilai Tambah Pertanian Nirlimbah



Sistem pertanian bersiklus biologi dan tanpa limbah diharapkan dapat menyejahterakan rakyat.Sistem pertanian terpadu tidak hanya memanfaatkan hasil, tetapi juga memanfaatkan seluruh limbah sisa hasil pertanian untuk usaha pertanian dan usaha nonpertanian. Sebagian besar rakyat Indonesia hidup di perdesaan dengan bertumpu pada sektor pertanian. Tak heran jika pemerintah menempatkan pertanian sebagai sektor utama pembangunan. Namun, kenyataannya, mayoritas petani masih hidup dalam keterbatasan karena marjin keuntungan hasil pertanian terlalu kecil dan usaha tani bersifat sektoral. Permasalahan sektor pertanian lainnya adalah sistem pertanian intensif monokultur dengan penggunaan pupuk kimia. Karena input bahan sintetis yang tinggi, bahan-bahan organik tanah terkuras sehingga tanah tak subur lagi. Belum lagi masalah resistensi organisme pengganggu tanaman, diversitas organisme menurun, dan jumlah musuh alami yang sedikit.“Risiko kegagalan usaha tani tinggi karena gangguan hama, penyakit, iklim, dan harga yang tidak menentu,” kata Koordinator Kegiatan Agro Techno Park (ATP) Palembang, Kementerian Riset dan Teknologi, Munandar, di Palembang, Selasa (16/9). Untuk mengatasi persoalan, lanjut dia, perlu sistem pertanian yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan. Bio Cyclo Farming/BCF (sistem pertanian bersiklus biologi dan tanpa limbah) diharapkan dapat menyejahterakan rakyat. Sistem pertanian terpadu ini memadukan unsur tanaman dan hewan bersinergi dalam siklus biologis.“Sistem pertanian ini juga tidak hanya memanfaatkan hasil, tetapi juga memanfaatkan seluruh limbah sisa hasil pertanian untuk usaha pertanian dan usaha nonpertanian,” jelas Munandar.Dia mengemukakan manfaat yang diperoleh dari pertanian terpadu adalah peningkatan diversifikasi penggunaan sumber daya produksi dari lahan. Hal tersebut juga meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja dan penggunaan komponen produksi. “Ini mengurangi risiko kegagalan usaha tani,” jelas Munandar.Keuntungan lain yang didapatkan dari pertanian terpadu adalah pengurangan kebergantungan masukan energi dari luar, seperti pupuk sintesis. Sistem ekologi pertanian lebih lestari dan melindungi lingkungan hidup dan berkelanjutan.
Transfer Teknologi
         ATP bisa dijadikan tempat untuk penerapan BCF lantaran berfungsi sebagai pelatihan dan transfer teknologi pertanian, peternakan, perikanan, dan pengolahan dari hasil kajian Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), universitas pemerintah, dan universitas swasta ke masyarakat dengan skala ekonomi. Kemristek mengoordinasikan tiga ATP di Palembang, yaitu ATP di Indralaya seluas 100 hektare (ha), ATP di Ogan Ilir seluas 870 ha, dan ATP di Muara Enim seluas 30 ha. “Tujuan ATP adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terampil dan mandiri di bidang agroteknologi dan agribisnis,” paparnya.Teknologi yang akan diberikan ATP ke rakyat di antaranya teknologi budidaya tanaman dan pembenihan, teknologi pascapanen dan pengolahan hasil, teknologi peternakan unggas dan ruminansia, serta teknologi budaya perikanan.Transfer teknologi pertanian terpadu yang dilakukan ATP terdiri dari pelatihan, pemagangan, dan diseminasi teknologi bagi pertanian, peternakan, dan perikanan. Bidang pertanian melakukan budidaya jagung, penangkaran benih kedelai, sorgum, dan hijauan makanan ternak.“Teknologi yang pernah diaplikasikan pupuk berimbang, pupuk organik, pupuk hayati azora dari Batan, pupuk mikoriza dari BPPT dan LIPI, dan populasi rapat,” urai Asisten Deputi (Asdep) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Pemerintah Kemristek, Prakoso, di Palembang, Selasa (16/9).Untuk peternakan dilaksanakan budi daya sapi, kambing, dan ayam petelur. Teknologi yang digunakan adalah formulasi pakan dari batan, inseminasi buatan (IB) sexing dari LIPI. “Populasi ternak yang dikembangkan adalah 110 ekor sapi, 5 ekor kambing, dan 1.000 ekor ayam petelur,” jelasnya.Pada sektor perikanan dikembangkan budi daya udang galah, ikan nila, patin, emas, dan bawal. Teknologi yang diaplikasikan adalah sex reversal dengan methit testosteronorganik dari Batan, apartemen udang galah dari LIPI, dan Nila Gesit dari BPPT. “Namun, sejak 2014 tidak ada kegiatan pada bidang perikanan karena minimnya sumberdaya,” tuturnya. Ihwal anggaran ATP, ujar Koodinator Kerja Sama dan Transfer Teknologi ATP Kemristek, Firdaus Sulaeman, sebesar 1,2 miliar rupiah pada 2014. Angka ini lebih kecil dibandingkan 2007-2008 sebesar 7 miliar rupiah. “Dari 1,2 miliar rupiah sebesar 50 persen membayar gaji pegawai sebesar 800 juta rupiah,” ucapnya.
Cari Lokasi
          Lebih jauh, Kemristek telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) ATP yang terdiri dari tujuh kegiatan mulai 2015 hingga 2019. Empat kegiatan akan berlangsung selama lima tahun, yaitu penerapan sistem pertanian terpadu, transfer teknologi pertanian, laboratorium lapangan, dan pengembangan agribisnis pertanian dan peternakan.“Pembuatan demplot pertanian terpadu skala 2 hektare oleh petani akan dilakukan pada 2016 hingga 2017 dan 2018 hingga 2019,” jelas Prakoso. Adapun revitalisasi sarana dan prasarana ATP dilakukan mulai 2015 sampai 2017. Untuk kerjasama riset pertanian terpadu dengan lembaga litbang mulai 2016 sampai 2019.Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Erizal Sodikin, menambahkan ATP harus dikelola secara konsisten dan berkelanjutan. Langkah itu dapat memberikan hasil maksimal. “ATP dapat dikelola sebagai unit bisnis dengan pemberian konsesi sebagai usaha pertanian, peternakan, dan perikanan secara komersial, sehingga operasional dapat dibiayai usaha tersebut,” tegasnya.Namun, selama ini, ATP dipandang sebagai kegiatan menghabiskan uang. Hal itu membuat kegiatan bisnis merugi. “Pendapatan dari usaha pertanian, peternakan, dan perikanan hanya bisa menutupi 30-50 persen biaya operasionalnya,” jelasnya.Prakoso meneruskan pembukaan ATP tidak dapat di Pulau Jawa. Pasalnya, areal seluas 100 ha sulit didapatkannya. “Kami ingin ATP ada di beberapa lokasi ke depan bekerjasama dengan pemilik lahan atau pemerintah,” tutupnya. mochamad ade maulidin.

 Sumber : http://www.koran-jakarta.com
 Copied by : Tika Drastiana (13065)

Kamis, 17 September 2015

BUDIDAYA TERPADU Bumina Dan Yumina Direkomendasikan Secara Nasional

 Sabtu, 31/05/2014 05:03 WIB

BUDIDAYA TERPADU Bumina dan Yumina Direkomendasikan Secara Nasional
Semua jenis ikan air tawar dapat dibudidayakan pada sistem Bumina dan Yumina.
Bisnis.com, DENPASAR – Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) merekomendasikan pemasyarakatan dua model  budidaya terpadu, yakni Bumina dan Yumina, secara nasional.
Bumina adalah budidaya secara terpadu antara tanaman buah dan ikan, adapun Yumina adalah budidaya terpadu antara sayuran dan ikan.
Achmad Poernomo, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), mengatakan teknik Yumina dan Bumina yang telah diaplikasikan yaitu sistem pot dengan aliran atas atau aliran bawah, batu split, sistem rakit dan sistem parit. Media yang digunakan meliputi batu apung, batu split, akar pakis, dan air.
“Kriteria tanaman sayur maupun buah yang dapat diaplikasikan dari dataran tinggi sampai dengan dataran rendah, daerah kurang air, dan lahan terbatas,” katanya pada acara media tour di Loka Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan di Benoa, Denpasar, Kamis (29/5/2014).
Sementara itu, lanjutnya, sistem akuaponik dapat diterapkan pada daerah yang belum dialiri listrik, karena sistem pengoperasiannya tidak menggunakan listrik.
Semua jenis ikan air tawar dapat dibudidayakan pada sistem Bumina dan Yumina, namun yang menguntungkan adalah jenis ikan lele, patin, nila, dan mas. “Jenis ikan tersebut menguntungkan secara ekonomis karena pertumbuhannya cepat, padat tebar tinggi, dan disukai masyarakat.”
Menurut Poernomo, teknologi Bumina dan Yumina telah diaplikasikan di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Teknologi ini memiliki keunggulan yakni meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan pendapatan pembudidaya, ramah lingkungan (ekonomi biru), dan menjaga ketahanan pangan.
“Dengan demikian Bumina, dan Yumina dapat direkomendasikan pada skala nasional, untuk menjaga ketahanan pangan,” ujar Pornomo.
Dia mengungkapkan alasan utama dikembangkan dua model ini adalah kenyataan bahwa di Indonesia saat ini dan di masa mendatang  luas lahaan serta ketersediaan air untuk kegiataan budidaya akan semakin terbatas karena harus bersaing dengan aktivitas lain, seperti rumah tangga, perumahan, perhotelan, rumah sakit, dan industri.

Sumber : industri.bisnis.com
Copied by : Fatkhi Yaturrohmah Hidayati (13066)

Presiden Jokowi Panen Raya Jagung Di Tegakan Hutan Jati - 07/03/2015


Pushumas Kemenhut, Blora : Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman melakukan Panen Raya Jagung hasil sistem pertanian terpadu (Integrated Farming System), Sabtu (7/3) di petak 18A Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ngliron Blora Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngliron, KPH Randublatung Blora Divisi regional Perum Perhutani Jawa Tengah. Panen raya juga dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo; Rektor UGM, Dwikorita; Dirut Perum Pehutani, Mustoha Iskandar serta para pejabat terkait.

Panen raya jagung hasil penerapan metode sistem pertanian terpadu ini diperkirakan dapat mencapai 7,6 ton/ha/ sekali panen. Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa hasil panenan itu cukup besar dan jika dikembangkan pasti sangat mensejahterakan masyarakat karena apabila jagung tersebut dijual dengan harga per kilo Rp 2.800, maka petani bisa dapat puluhan juta rupiah setiap kali panen. Namun di Perhutani, setiap hektar digarap 3-4 petani, setelah dibagi rata, per kepala keluarga mendapatkan penghasilan sekitar Rp 1,3 juta per bulan, metode sistem pertanian terpadu yang mengkombinasikan penanaman tanaman kehutanan dan pertanian dalam satu areal (tumpangsari) ia yakini akan membantu mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan yang terbengkalai. Presiden juga mengatakan untuk mengatasi keterbatasan lahan yang digarap petani, ia akan segera merealisaisikan pembagian lahan satu juta hektar untuk pertanian dan perkebunan yang bisa saja berasal dari lahan di kawasan hutan.

Selain melakukan panen raya jagung, Presiden Jokowi juga meninjau Demonstration Plot (Demplot) uji coba penanaman padi dibawah tegakan pohon jati dengan beberapa variasi jarak tanam pohon jati. Demplot ini terletak di petak 27 A-1 RPH Ngliron yang memiliki luas 8, 3 ha yang merupakan pangkuan dari LMDH Sido Dadi Mulyo. Padi yang ditanam adalah jenis Situbagenit dan Inpago 5 yang ditanam dibawah tegakan pohon jati dengan variasi jarak tanam 3x3 meter, 6x2 meter, dan 8x2 meter.

Upaya menguji cobakan sistem pertanian terpadu antara Perhutani bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada dan Pemprov Jawa Tengah adalah upaya penerapan multidisiplin ilmu dalam optimlisasi pemanfaatan lahan dengan melibatkan peran para pihak dari pemerintah pusat sampai daerah, perguruan tinggi, swasta dan masyarakat dalam mendukung kelestarian hutan, kedaulatan pangan nasional serta kejahteraan masyarakat.











Keterangan Foto

Foto 1,2,3 : Presiden RI, Jokowi, Menteri LH dan Kehutanan, Siti Nurbaya serta para pejabat terkait yang hadir turut serta melakukan panen raya jagung di petak 18A Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ngliron Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngliron, KPH Randublatung Divre Jawa Tengah. 

Foto 4 : Presiden Jokowi memberikan keterangan pers terkait Panen Raya Jagung hasil sistem pertanian terpadu (Integrated Farming System) Tumpang sari antara tanaman Jagung dan pohon Jati di petak 18A Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ngliron Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngliron, KPH Randublatung Divre Jawa Tengah.

Foto 5 : Presiden Jokowi didampingi para Menteri dan pejabat terkait mendengarkan paparan dari peneliti UGM terkait Demonstration Plot (Demplot) uji coba penanaman padi dibawah tegakan pohon jati dengan beberapa variasi jarak tanam pohon jati di petak 27 A-1 RPH Ngliron.

Foto 6,7 : Areal pertanian terpadu (Integrated Farming System) Tumpang sari antara tanaman Jagung dan pohon Jati di petak 18A Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ngliron Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngliron, KPH Randublatung Divre Jawa Tengah yang siap di panen oleh Presiden Jokowi dan para pejabat terkait.

Foto 8 dan 9: Tampilan lanskap Demonstration Plot (Demplot) uji coba penanaman padi dibawah tegakan pohon jati dengan beberapa variasi jarak tanam pohon jati di petak 27 A-1 RPH Ngliron.


Uploaded by : Pushumas Kemenhut

Copied by : Muhammad Iqbal Amri (13339) kelompok 4 golongan A2.1